Banyak yang merasa dengan membatalkan reklamasi Jakarta sudah pasti akan menyelematkan lingkungan. Benarkah demikian? Benarkah menghentikan dan membatalkan reklamasi Jakarta merupakan tindakan menyelamatkan lingkungan?
Dengan sudah adanya pembangunan pulau-pulau Reklamasi di perairan Teluk Jakarta ini. Maka jika menghentikan Reklamasi Jakarta, kita akan hanya memiliki dua pilihan; (1) menghentikan reklamasi dan seluruh pulau yang terbangun harus dibongkar. Sementara (2) adalah menghentikan reklamasi dan pulau-pulau yang sudah terlanjur dibangun tidak dibongkar.
Opsi 1: Membatalkan Reklamasi Jakarta dengan membongkar Pulau-Pulau yang sudah dibangun.
Seperti yang dibahas sebelumnya, membongkar pulau-pulau yang sudah dibangun ini tentu saja akan menimbulkan masalah. Baik itu dari sisi pembiayaan maupun dari sisi country risk. Jika kedua permasalahan tersebut dapat kita abaikan, kita masih menghadapi permasalahan secara teknis.
Pulau-pulau yang sedang dibangun sekarang ada yang sudah dalam tahap pematangan lahan atau pemadatan lapisan tanah. Hal ini membuat tanah reklamasi menjadi padat sehingga tidak mudah dibongkar untuk dikembalikan menjadi laut. Maka salah satu opsinya dalah dengan menggunakan metode blasting atau dengan bahan peledak untuk menghancurkan pulau-pulau yang sudah dibangun. Tentu saja opsi ini akan jauh lebih membahayakan, terutama bagi lingkungan.
Jika dilakukan dengan metode pengerukan dengan alat berat, selain mahal metode ini juga akan memakan waktu lebih lama. Tentu saja kita akan melihat beberapa tahun kedepan, Jakarta akan membuang anggarannya untuk melakukan pengerukan kembali ini. Selain itu, Pengerukan kembali pulau-pulau tersebut akan mengakibatkan pengendapan sediment keseluruh muara sungai. Hasil simulasi dengan finite element method (FEM) berikut menunjukkan ilustrasi mengenai pergerakan sedimen didaerah ini.
Hasil pemodelan numerik ini mensimulasikan pergerakan sedimen dari pulau C dan D. Kondisi ini menunjukkan sedimen akan bergerak kearah muara Kali Dadap, Kali Kamal, Kali Angke dan Cengkareng Drain.
Hasil simulasi ini menunjukkan pergerakan sedimen akan menuju kearah sungai-sungai yang ada di sekitar pulau-pulau tersebut. Sehingga jika tidak ada metoda penanggulangan pada saat konstruksi, maka sungai-sungai tersebut akan tersumbat (clogging). Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan wilayah hulu dari sungai-sungai tersebut akan terendam oleh banjir.
Hal ini belum termasuk kerusakan lingkungan akibat penyebaran sedimen kebeberapa daerah disekitar pulau-pulau tersebut. Termasuk wilayah hutan mangrove yang berada di Muara Angke. Maka membongkar pulau-pulau yang sudah ada, selain akan sangat mahal sekali juga sangat membahayakan lingkungan. Selain itu, material pasir yang sudah ditumpuk pada perairan tersebut bisa mencapai lebih dari 50 juta kubik, tentu saja ini harus dijawab akan dibuang kemana material tersebut.
Material bekas reklamasi tersebut juga tidak akan mudah untuk dimanfaatkan secara langsung, terutama sebagai bahan konstruksi. Karena ada kandungan garam yang membahayakan struktur besi pada tulangan membutuhkan pengolahan terlebih dahulu. Jumlah material yang besar juga menjadi masalah tersendiri untuk lokasi penyimpanan karena tidak mungkin secara langsung dapat dimanfaatkan. Maka solusi yang mungkin akan diambil adalah dengan membuangnya ke laut, yang dikenal dalam kegiatan pengerukan dengan dumping. Melakukan dumping untuk jumlah sebesar itu tentu saja juga akan membahayakan lingkungan.
Opsi berikutnya dalam membatalkan reklamasi Jakarta yang mungkin bisa diambil adalah hanya menghentikan Reklamasi dan mengambil alih pulau-pulau yang sudah dibangun. Opsi 2 ini salah satu yang sering dikemukakan ketika tidak bisa menemukan solusi untuk menangulangi resiko yang terdapat pada opsi 1. Meskipun akan tetap sulit membayangkan bagaimana pilihan ini dilaksanakan, tapi mari berandai-andai jika langkah ini yang akan diambil.
Opsi 2: Membatalkan Reklamasi Jakarta dan Pulau-Pulau yang sudah dibangun dipertahankan.
Reklamasi tidak pernah direncanakan akan berhenti ditengah jalan apalagi akan dibongkar. Sehingga pulau-pulau tersebut tidak dirancang untuk berdiri sendiri-sendiri. Maka, jika pemerintah gegabah mengambil keputusan, yang akan menanggung akibatnya adalah warga Jakarta.
Untuk menjelaskan mengenai opsi 2 ini tidak ada cara lain untuk menjelaskan mengenai dampak tersebut selain menjelaskannya dasar teorinya terlebih dahulu. Mungkin yang bisa dilakukan adalah dengan membuat penjabarannya lebih sederhana dan ringan.
Kesetimbangan Pantai (Coastal Equilibrium).
Dr. Richard Silvester dan Dr. John C. Hsu , dari The University Western Australia dalam bukunya “Coastal Stabilization: Innovative Concepts ” pada tahun 1993, memaparkan mengenai konsep coastal equilibrium. Pada dasarnya pantai merupakan kondisi alam dari garis pantai yang dinamis, suatu garis pantai pantai bisa maju atau pun mundur dalam proses akresi-erosi dan sedimentasi. Jadi dalam satu coastal cell ada daerah yang maju (sedimentasi) ada daerah yang mengalami kemunduran (erosi). Pergerakan garis pantai ini terjadi pada wilayah coastal cell nya. Gambar berikut ini menunjukkan bagaimana konsep pantai setimbang berdasarkan teori Sylvester dan Hsu.
Gambaran mengenai teori equilibrium dari coastal cell sesuai dengan Teori Sylvester and HSu (1993). Teori ini kemudian berkembang dan diaplikasi dalam infrastruktur perlindungan pantai akibat abrasi.
Suatu pantai berevolusi karena suatu proses interaksi gelombang dengan pantai yang menimbulkan arus atau yang dikenal dengan wave induced current. Gelombang yang datang tidak tegak lurus terhadap pantai akan cenderung mendorong arus sejajar pantai atau yang dikenal sebagai Longshore Current. Proses ini kemudian mendorong sediment pada arah tertentu yang mengakibatkan pada suatu coastal cell terjadi abrasi dan akresi.
Longshore Current dan Evolusi Garis Pantai
Untuk menjelaskan mengenai proses yang terjadi pada suatu coastal zone, kita juga harus memahami terlebih dahulu mengenai beach drift, longshore current dan littoral drift. proses tersebut yang menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai. Gambar berikut memberikan ilsutrasi mengenai proses longshore current.
Gambaran mengenai proses longshore current. Pada suatu pantau terdapat dua proses, beach drift dan longshore drift. Ketika keduanya bekerja bersamaan disebut juga sebagai littoral drift.
Gelombang di daerah pantai dibentuk oleh angin diperairan lepas pantai. Kemudian gelombang tersebut mengalami transformasi menuju garis pantai. Transformasi ini terkadang membelokkan arah datang gelombang. Karena secara natural, gelombang berusaha membentuk garis tegak lurus pada saat terjadi perubahan kedalaman. Ketika sampai di perarian pantai, jika gelombang masih membentuk sudut terhadap garis pantai, maka longshore current akan terjadi.
Dalam aplikasi rekayasa perlindungan pantai (coastal protection), coastal engineer memanfaatkan fenomena ini. Pantai yang mengalami abrasi diganggu dengan suatu struktur sehingga pantainya bisa bergerak sesuai dengan arah yang kita mau. Salah satu contoh perlindungan pantai adalah seri detached breakwater dan Groyne. Gambaran berikut ini menunjukkan bagaimana garis pantai akan menjadi maju ketika sebuah struktur baru di bangun di depan garis pantainya. Dalam kasus perlindungan ini, perubahan garis pantai sudah direncanakan sehingga mencegah terjadinya abrasi.
Aplikasi struktur breakwater yang membuat garis pantai di beberapa negara yang dimaksudkan untuk menghindari abrasi pantai. Struktur ini membuat garis pantai menjadi berubah seperti yang terdapat pada ilustrasi. Beberapa bagian dari garis pantai tersebut secara perlahan akan berubah.
Pada perairan Teluk Jakarta, kondisi ini juga terjadi. Pantai-pantai dikawasan ini juga mengalami perubahan. Ada daerah-daerah yang maju dan ada yang mundur. Untuk menguji hal ini maka perlu dilihat mengenai kondisi Teluk Jakarta.
Coastal Equilibrium di Teluk Jakarta
Teluk Jakarta bisa dikatakan sebagai satu wilayah Coastal Cell besar dengan beberapa Coastal Cell kecil didalamnya seperti yang dikemukakan dalam Teori “Sylvester and Hsu” tersebut. Gambar berikut ini adalah capture dari Google Earth untuk melihat dinamika pantai pada perairan Teluk Jakarta.
Gambaran perubahan garis pantai Jakarta dari 1984-2004 sebelum adanya pembangunan Pulau-Pulau Reklamasi di Utara Jakarta hingga adanya pulau C pada tahun 2012. Data ini tidak terlalu menunjukkan perubahan, namun jika dilihat di google earth maka akan terlihat eprubahan garis pantai dibeberapa lokasi
Untuk membuktikan longshore current terjadi di Teluk Jakarta ini, maka kita perlu melihat data mengenai kondisi angin dan transformasi gelombang dikawasan ini. Data pengukuran angin yang dilakukan BMKG berikut ini menunjukkan kalau kngin di Teluk Jakarta lebih dominan berhembus dari arah Timur, dan beberapa dari arah barat. Dengan menggunakan suatu metode yang dikenal dengan hindcasting, maka kita dapat memperkirakan tinggi dan arah gelombang dilaut dalam.
Wind Rose merupakan salah satu cara untuk menggambarkan statistik angin yang diukur oleh BMKG. Data yang digunakan biasanya dalah data selama 10 tahun terakhir. Sementara, Wave rose adalah gambaran secara statistik mengenai kejadian gelombang pada daerah laut dalam (offshore zone) yang diolah dari ata angin. Berikut adalah Wind Rose dan Wave Rose untuk wilayah Jakarta.
wind rose dan wave rose di perairan Teluk Jakarta selama kurun waktu 10 tahun (2002-2012) yang menggambarkan angin dominan pada wilayah ini. Kelopak yang berwarna biru dan hijau ini menandakan arah datang gelombang dilepas pantai dari mana.
Jika dimodelkan transformasi gelombang pada kawasan ini akan bisa kita dapatkan kondisi gelombang merambat hingga didaerah pantai masih. Sehingga kita bisa menyimpulkan kalau longshore current terjadi di perairan ini. Gambar berikut adalah hasil pemodelan numerik untuk transformasi gelombang dari daerah laut dalam ke daerah pantai di Utara Jakarta.
Transformasi gelombang pada wilayah pantau utara Jakarta untuk arah datang gelombang dominant. Seperti yang dapat dilihat dari wind rose dan wave rose, gelombang datang dari kedua arah. Sehingga kejadian yang sama akan terjadi pada kedua kondisi.
Sebuah laporan yang ditulis oleh Eric C. F. Bird dan Otto S. R. Ongkosongo dari The United Nations University pada tahun 1980 yang berjudul “Environmental changes on the coasts of Indonesia” merilis mengenai kondisisa pantai di Jakarta. Dari laporan tersebut maka kita dapat melihat bahwa di daerah pulau C dan D yang sudah terbangun merupakan daerah accretion. Maka data ini juga menkonfirmasi data-data sebelumnya mengenai proses pantai di Teluk Jakarta.
Gambar mengenai kondisi pantai Jakarta seperti yang ditulis dalam laporan Eric C. F. Bird and Otto S. R. Ongkosongo, 1980: “Environmental changes on the coasts of Indonesia“, The United Nations University. ISBN 92-808-0197-X
Maka dengan adanya pulau-pulau reklamasi, artinya kita akan merubah equilibrium dikawasan ini. Pulau-pulau ini akan memicu perubahan gerakan sedimen dari kawasan ini. Berdasarkan Studi yang dilakukan oleh team akademisi pimpinan Prof. Hang Tuah (alm) Reklamasi Utara Jakarta adalah satu kesatuan.
Design Pulau-Pulau Reklamasi dan Longshore Current
Konfigurasi ini membuat breaking line dari gelombang menjadi hilang, karena bagian terluar dari pulau-pulau reklamasi berada di belakang surf zone. Dengan demikian littoral drift dan longshore current yang terjadi pada daerah pantai baru. Sehingga dengan demikian equlibrium baru langsung terbentuk ketika seluruh gugusan pulau selesai dibangun. Gambar berikut menunjukkan pola konfigurasi pulau-pulau yang bagian terluarnya dibuat mengikuti garis tertentu pada perairan teluk jakarta.
Reklamasi Jakarta yang direncanakan merupakan ssatu kesatuan. Dengan keseluruhan pulau, maka proses pada derah litoral tidak terjadi. Karena keseluruhan pulau mengakibatkan gelombang datang pada daerah reklamasi tidak sempat mengalami breaking.
Ketika pulau yang sudah dibangun tersebut berdiri sendiri, kemungkinan besar pulau-pulau tersebut akan menjadi penangkap sedimen dalam littoral process nya. Hal yang paling dikhawatirkan adalah pengendapan sedimen di daerah muara sungai. Ilsutrasi berikut menunjukkan bagaimana proses sedimentasi yang akan terjadi jika pulau-pulau Reklamasi berdiri sendiri.
Ilustrasi kondisi pengendapan pada perairan Jakarta jika hanya beberapa pulau-pulau tersebut yang dipertahankan. Kondisi ini adalah salahsatu kemungkinan pengendapan uamh akan membuat Cengkareng Drain terjadi Clogging. Kondisi ini juga akan semakin parah dalam waktu jangka panjang. Karena Muara Kali Angke bisa ditutupi oleh sedimen juga. Sementara Kali tersebut melalui NCICD Phase A dibangun seawall yang menempel ke garis pantai, sehingga aliran sungai ke laut diatur oleh pompa. Kondisi ini mengakibatkan sistem flushing alamiah tidak terjadi pada daerah estuary ini.
Sama halnya dengan kejadian pada opsi 1, muara-mura sungai pada kawasan ini pada akhirnya juga akan tersumbat (clogging). Daerah hulu juga akan terendam oleh banjir, bedanya pada opsi ini prosesnya akan sedikit lebih lambat dari pada opsi 1. Namun, karena land subsidence di kawasan Jakarta terus menerus terjadi, kondisi banjir menjadi masalah yang jauh lebih buruk pada kondisi ini. Sehingga solusi ini juga akan berbahaya, baik itu bagi lingkungan tentu saja bagi masyarakat Jakarta.
Membatalkan Reklamasi Jakarta dan Menyelamatkan Lingkungan
Dengan melihat semua konsekuensi tersebut, maka dengan demikian, kita kembali harus menjawab pertanyaan berikut: Apakah benar membatalkan Reklamasi akan menyelamatkan lingkungan seperti yang selama ini di claim? Menentang Reklamasi Jakarta adalah hak siapapun, tapi jika alasannya adalah mencegah kerusakan lingkungan, alasan tersebut tidak tepat. Dengan semua konsekuensi yang sudah dijabarkan tentu saja kita bisa memahami, menghentikan reklamasi mungkin lebih membahayakan bagi lingkungan dibandingkan meneruskannya.
Reklamasi ini ibarat permainan Jumanji, begitu kita memulainya maka kita harus selesaikan hingga akhir. Jika tidak, lebih banyak kerugian yang terjadi. Bukan hanya bagi para pemainya, tetapi juga bagi banyak orang disekitar kita. Yang bisa kita lakukan adalah, memastikan semua bermain dengan jujur dan mengikuti semua aturan yang berlaku dan yang paling penting, menyelesaikan permainan.
Sebelumnya: Reklamasi Jakarta berbeda dengan Reklamasi Teluk Benoa, Bali
Tulisannya bagus banget, ijin share dan saya kutip di artikel saya